Sabtu, 08 Juni 2013

Cara Mengukur Kedalaman Laut


CARA MENGUKUR 
KEDALAMAN LAUT DAN JARAK PESAWAT DARI BUMI DENGAN KONSEP GELOMBANG








Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Bidang Studi Fisika Semester Ganjil Pelajaran 2011-2012

Disusun Oleh Kelompok    :
Devi Andiana
Fajar Zuriah
Ihda Asaroh
Rismawati



Kelas : XII IPA 1





Madrasah  Aliyah Negeri 15 Jakarta
Jl. Inayah Kelapa Dua Wetan, Jakarta Timur
Telp : (021) 8707688
Juli 2011




KATA PENGANTAR




      Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas kehendak-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Adapun tujuan peneliti dalam penulisan makalah ini adalah CARA MENGUKUR KEDALAMAN LAUT.

      Dalam menyusun makalah ini, peneliti menghadapi berbagai cobaan. Namun, berkat usaha dan jerih payah penyusun serta bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak maka peneliti dapat menyelesaikan makalah ini. Untuk itu, peneliti menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

(1)  Dra. Hj. Aty Sholehati, Kepala Madrasah Aliyah Negeri 15 Jakarta

(2)  Intan Irawati, M.Si., guru pembimbing metodologi yang membantu pembuatan

      makalah ini.

(3) Dra. Nuroziah dan Triyono Priharto, S.Pd. ; wali kelas XII IPA 1.


      Peneliti menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, peneliti mengharapkan saran, kritik, dan sumbangan pikiran dari pembaca demi perbaikan makalah ini.
      Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, guna peningkatan pembelajaran Fisika khususnya penulisan-penulisan makalah ini di Madrasah Aliyah di Indonesia.






Jakarta, Juli 2011
                                                                                                                     Peneliti
                                                                                                              

BAB I
PENDAHULUAN



1.1.   Latar Belakang Masalah



          Sistem deteksi suara dalam air kemudian dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kepentingan navigasi kapal selam selama perang dunia pertama berlangsung, khususnya setelah kejadian tenggelamnya kapal Titanic pada tahun 1912. Hal itu terjadi berkat penemuan alat hydrophone oleh seorang ahli fisika Perancis, Paul Langevin. Alat ini juga memanfaatkan pantulan gelombang ultrasonik.

          Penemuan radar (radio detection and ranging) pada tahun 1953 oleh Robert Watson-Watt juga menerapkan sistem kerja gelombang ultrasonik. Seperti sonar, alat inipun menjadi inspirasi digunakannya ultrasonik dalam bidang obstetri ginekologi kelak. Hanya pemanfaatannya saat itu lebih banyak digunakan untuk kepentingan pelacakan kapal musuh di udara. Perkembangan pemakaian ultrasonik di bidang obstetri ginekologi berikutnya juga tak lepas dari peranan penemuan Sonar merupakan sistem yang menggunakan gelombang suara bawah air yang dipancarkan dan dipantulkan untuk mendeteksi dan menetapkan lokasi obyek di bawah laut atau untuk mengukur jarak bawah laut. Sejauh ini sonar telah luas digunakan untuk mendeteksi kapal selam dan mendeteksi kedalaman, penangkapan ikan komersial, keselamatan penyelaman, dan komunikasidi laut.

          Cara kerja perlengkapan sonar adalah dengan mengirim gelombang suara ke bawah permukaan dan kemudian menunggu untuk gelombang pantulan (echo). Data suara dipancar ulang keoperator melalui pengeras suara atau ditayangkan pada monitor.

          Berdasarkan latar belakang di atas, kami ingin mengetahui untuk meneliti lebih dalam tentang mengukur kedalaman laut dan jarak pesawat terhadap bumi dengan konsep gelombang.


1.2.   Tujuan

      Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang
diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menambah ilmu pengetahuan dan wawasan.
Secara terperinci tujuan dari penelitian dan penulisan makalah ini adalah :
1.   Mengetahui cara mengukur kedalaman laut dan jarak pesawat terhadap bumi dengan konsep gelombang.
2.   Mengetahui sejarah mengukur kedalaman laut dan jarak pesawat terhadap bumi dengan konsep gelombang.


1.3.   Perumusan Masalah Mengukur Kedalaman Laut dan Jarak

      Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa masalah
yang dapat penyusun rumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.   Bagaimana cara mengukur kedalaman laut ?
2.   Bagaimana cara mengukur kedalaman laut dengan pesawat ?


1.4.   Pembatasan Masalah

      Karena keterbatasan waktu, kelompok kami membatasi masalah cara mengukur kedalaman laut dan jarak pesawat terhadap bumi dengan konsep gelombang.

BAB II
PEMBAHASAN


2.1.   Sejarah Mengukur Jarak Pesawat dari Bumi


Albert Einstein, tak salah lagi, seorang   ilmuwan terhebat abad ke-20. Cendekiawan tak ada tandingannya sepanjang jaman. Termasuk karena teori "relativitas"-nya. Sebenarnya teori ini merupakan dua teori yang bertautan satu sama lain: teori khusus "relativitas" yang dirumuskannya tahun 1905 dan teori umum "relativitas" yang dirumuskannya tahun 1915, lebih terkenal dengan hukum gaya berat Einstein. Kedua teori ini teramat rumitnya, karena itu bukan tempatnya di sini menjelaskan sebagaimana adanya, namun uraian ala kadarnya tentang soal relativitas khusus ada disinggung sedikit. Pepatah bilang, "semuanya adalah relatif." Teori Einstein bukanlah sekedar mengunyah-ngunyah ungkapan yang nyaris menjemukan itu. Yang dimaksudkannya adalah suatu pendapat matematik yang pasti tentang kaidah-kaidah ilmiah yang sebetulnya relatif. Hakikatnya, penilaian subyektif terhadap waktu dan ruang tergantung pada si penganut. Sebelum Einstein, umumnya orang senantiasa percaya bahwa dibalik kesan subyektif terdapat ruang dan waktu yang absolut yang bisa diukur dengan peralatan secara obyektif. Teori Einstein menjungkir-balikkan secara revolusioner pemikiran ilmiah dengan cara menolak adanya sang waktu yang absolut. Contoh berikut ini dapat menggambarkan betapa radikal teorinya, betapa tegasnya dia merombak pendapat kita tentang ruang dan waktu.


Pertama kali diteliti pada 1951 oleh kapal Angkatan Laut Britania, Challenger II, yang memberikan nama titik terdalam dari palung tersebut Challenger Deep. Challenger Deep mendapat namanya dari survei Inggris dengan kapal Challenger II, yang meneliti titik kedalaman laut dari Kepulauan Mariana pada tahun 1951. Kemudian pada tahun 1960, Angkatan Laut Amerika Serikat mengirim Trieste (sebuah kapal selam mini yang dirancang untuk penyelaman laut dalam) turun ke ke dalam palung Mariana untuk melihat seberapa jauh mereka dapat turun. Mereka turun 35.838 kaki/10, 923m.







Trieste, 23 Januari 1960: Sesaat sebelum penyelaman








          Pada tahun 1957, kapal Soviet Vityaz melaporkan kedalaman 11.034 meter (36.200 kaki), yang dijuluki Mariana Hollow. (Meskipun klaim ini dibuat oleh Soviet pada tahun 1957, penemuan belum diulangi oleh ekspedisi pemetaan berikutnya menggunakan lebih akurat dan peralatan modern.)


          Pada tahun 1962, kapal MV permukaan Spencer F. Baird mencatat kedalaman maksimum 10.915 meter (35.840 kaki), dengan menggunakan alat pengukur kedalaman presisi.

          Pada tahun 1984, Jepang mengirim Takuyō, kapal survei yang sangat khusus, ke Palung Mariana dan mengumpulkan data menggunakan multi-beam echo sounder, mereka melaporkan kedalaman maksimum 10.924 meter, juga dilaporkan mecapai 10.920 meter ± 10 meter.

          Pengukuran yang paling akurat dalam catatan ini diambil oleh probe Jepang, KaikA yang turun tanpa awak ke dasar parit pada 24 Maret 1995 dan mencatat kedalaman 10.911 meter (35.798 kaki).

          Pada tahun 2003, sebuah tempat itu ditemukan di sepanjang Palung Mariana, kedalaman yang berada sekitar Challenger Deep, bahkan mungkin lebih dalam. Hal ini ditemukan ketika para ilmuwan dari Hawaii Institute of Geofisika dan Planetology sedang menyelesaikan survei di Guam mereka menggunakan sistem pemetaan sonar ditarik di belakang kapal penelitian untuk melakukan survei. Tempat baru ini bernama HMRG (Hawaii Mapping Research Group) Deep, setelah kelompok ilmuwan yang menemukannya.




2.2.   Cara Mengukur Kedalaman Laut

         Ada dua cara yang dapat ditempuh untuk mengukur kedalaman laut yaitu dengan menggunakan teknik bandul timah hitam (dradloading) dan teknik Gema duga atau Echo Sounder atau Echoloading.




a.      Teknik Bandul Timah Hitam (dradloading)

         Teknik ini ditempuh dengan menggunakan tali panjang yang ujungnya diikat dengan bandul timah sebagai pemberat. Dari sebuah kapal tali diturunkan hingga bandul menyentuh dasar laut. Selanjutnya panjang tali diukur dan itulah kedalaman laut. Cara ini sebenarnya tidak begitu tepat karena tali tidak bisa tegak lurus akibat pengaruh arus laut. Di samping itu kadang-kadang bandul tidak sampai ke dasar laut karena tersangkut karang. Cara ini juga memerlukan waktu lama. Namun demikian cara ini memiliki kelebihan yaitu dapat mengetahui jenis batuan di dasar laut, suhu dan juga mengetahui apakah di dasar laut masih terdapat organisme yang bisa hidup.


b.      Gema duga atau Echo Sounder atau Echoloading

         Penggunaan teknik ini didasarkan pada hukum fisika tentang perambatan dan peantulan bunyi dalam air. Isyarat bunyi yang dikeluarkan dari sebuah peralatan yang dipasang di dasar kapal memiliki kecepatan merambat rata-rata 1600 meter per detik sampai membentur dasar laut. Setelah membentur dasar laut bunyi dipantulkan dalam bentuk gema dan ditangkap melalui sebuah peralatan yang juga dipasang di dasar kapal. Jarak waktu yang diperlukan untuk perambatan dan pemantulan dapat diterjemahkan sebagai kedalaman laut.
        


Cara ini dianggap lebih praktis, cepat dan akurat. Namun kita tidak dapat memperoleh informasi tentang suhu, jenis batuan dan tanda-tanda kehidupan di dasar laut.

















                         Batu Duga                                                 Echo Sounder




2.3.   Cara Mengukur Kedalaman Laut dan Jarak Pesawat dengan Konsep Gelombang

A.     METODE PENGUKURAN JARAK PESAWAT TERBANG TERHADAP BANDARA DENGAN BANTUAN STASIUN BUMI (D.M.E) DI BANDARA HALIM PERDANAKUSUMA

Abstraksi
          Stasiun bumi DME merupakan salah satu alat navigasi udara yang berperan dalam menjamin keselamatan penerbangan. Fungsi dari stasiun bumi DME adalah menjawab sinyal-sinyal pertanyaan yang dikirimkan oleh pilot dan memberikan sinyal jawaban ke pilot berupa informasi jarak pesawat terbang yang dikemudikan terhadap bandara yang akan dilandasi. Media transmisi yang digunakan dalam pengiriman sinyal informasi kedua komunikasi adalah gelombang radio dengan jalur frekuensi UHF. Stasiun bumi DME bekerja pada frekuensi 960-1215 MHz dan dalam keadaan normal serta optimal dapat menerima 100 sinyal pertanyaan pesawat terbang dan minimalnya dapat menjawab 70 dari 100 pertanyaan dalam 1 detik. Jauh dekatnya jarak yang dapat diukur oleh stasiun bumi DME terhadap pesawat terbang penanya tergantung dari lamanya waktu perambatan sinyal informasi dari pesawat terbang ke stasiun bumi DME atau sebaliknya. Semakin lama waktu perambatan sinyal informasi diterima/dikirimkan dari dan ke stasiun bumi DME, semakin jauh jarak yang dapat diketahui dari sinyal informasi tersebut. Daftar Pustaka (1984-1994).
          Bayangkanlah sebuah pesawat ruang angkasa --sebutlah namanya X--meluncur laju menjauhi bumi dengan kecepatan 100.000 kilometer per detik. Kecepatan diukur oleh pengamat, baik yang berada di pesawat ruang angkasa X maupun di bumi, dan pengukuran mereka bersamaan. Sementara itu, sebuah pesawat ruang angkasa lain yang bernama Y meluncur laju pada arah yang sama dengan pesawat ruang angkasa X tetapi dengan kecepatan yang berlebih. Apabila pengamat di bumi mengukur kecepatan pesawat ruang angkasa Y, mereka mengetahui bahwa pesawat itu melaju menjauhi bumi pada kecepatan 180.000 kilometer per detik. Pengamat di atas pesawat ruang angkasa Y akan berkesimpulan serupa.
          Nah, karena kedua pesawat ruang angkasa itu melaju pada arah yang bersamaan, akan tampak bahwa beda kecepatan antara kedua pesawat itu 80.000 kilometer per detik dan pesawat yang lebih cepat tak bisa tidak akan bergerak menjauhi pesawat yang lebih lambat pada kadar kecepatan ini.
          Tetapi, teori Einstein memperhitungkan, jika pengamatan dilakukan dari kedua pesawat ruang angkasa, mereka akan bersepakat bahwa jarak antara keduanya bertambah pada tingkat ukuran 100.000 kilometer per detik, bukannya 80.000 kilometer per detik.

B.      PERANCANGAN PERANGKAT KERAS UNTUK MENGUKUR KEDALAMAN DAN KARAKTERISTIK DASAR LAUT DENGAN MENGGUNAKAN GELOMBANG ULTRASONIK

          Data kedalaman laut dan jenis material yang membentuk dasar laut sangat diperlukan dalam eksplorasi laut. Agar dapat ditampilkan dalam bentuk grafis oleh komputer, data-data tersebut harus disediakan dalam bentuk digital.
Untuk itu perlu dibuat suatu perangkat yang mampu menyediakan kedua data tersebut. Sebagai langkah awal, dibuatlah suatu perangkat keras yang dapat mengirimkan gelombang ultrasonik ke dalam laut, kemudian menerima kembali gelombang ultrasonik yang dipantulkan oleh dasar laut. Kedalaman laut bisa diketahui dari data selang waktu antara pengiriman dan penerimaan gelombang ultrasonik oleh transduser. Sedangkan karakteristik dasar laut ditentukan dari data amplituda gelombang pantulnya. Semakin besar impedansi bahan semakin besar pula amplituda dari gelombang ultrasonik yang dipantulkan.
          Sebagai pengontrol kerja perangkat dan penghitung waktu tempuh digunakan mikrokontroler keluarga 8051. Data waktu tempuh ini kemudian diolah oleh mikrokontroler menjadi data kedalaman. Dengan menggunakan ADC0804 dapat diperoleh data digital dari amplituda sinyal.
          Pengujian dilakukan dengan cara simulasi pengukuran di dalam air terhadap bahan uji berupa pasir, batu, dan kerikil yang diletakkan pada kedalaman mulai dari 1 cm hingga 20 cm. Data pengujian menghasilkan kesimpulan bahwa perangkat ini mampu melakukan pengukuran kedalaman material di dalam air dengan rata-rata simpangan 7,88%, 10,85%, dan 10,67% masing-masing untuk bahan uji batu, kerikil, dan pasir. Untuk bahan uji yang sama, diperoleh rata-rata amplituda sinyal pantul sebagai berikut 4,25V, 1,14V, dan 1,55V. Dari data amplituda tersebut, maka perangkat ini mampu membedakan material dengan impedansi yang berbeda.

C.      GELOMBANG MIKRO
          Gelombang mikro, karena energinya yang besar, dan kemampuan menyerap air sangat cepat, bila mengenai suatu benda jadi “EMPUK”, maka dapat dibuat mikrowave oven untuk membuat kue.
          Gelombang mikro juga dimanfaatkan sebagai RADAR (DETECTION AND RANGING). RADAR dapat digunakan untuk mengukur jarak pesawat dari bandara atau juga mengukur kedalaman laut. Jika jaman dahulu kala, laut diukur dengan batu yang diikat tali, tetapi sekarang cukup dengan gelombang mikro kita dapat mengukur kedalam laut.
          Cara mengukur jarak pesawat ke bandara dengan memanfaatkan gelombang mikro ; dengan rumus GLB, S = c.t.

S = jarak pesawat
c = kecapatan GEM di udara
t = waktu yang diperlukan pulsa gel mikro saat dilepas hingga diterima kembali.

3.1.   Kesimpulan

         Dari kesinpulan di atas penggunaan teknik Gema duga atau Echo Sounder atau Echoloading untuk mengukur kedalaman laut cara ini dianggap lebih praktis, cepat dan akurat. Namun kita tidak dapat memperoleh informasi tentang suhu, jenis batuan dan tanda-tanda kehidupan di dasar laut.
         Apabila menggunakan konsep kegolombang ultrasonik data kedalaman laut dan jenis material yang membentuk dasar laut sangat diperlukan dalam eksplorasi laut. Agar dapat ditampilkan dalam bentuk grafis oleh komputer, data-data tersebut harus disediakan dalam bentuk digital.
Untuk itu perlu dibuat suatu perangkat yang mampu menyediakan kedua data tersebut.

3.2.   Saran

      Agar lebih mudah dalam pengukuran melalaui konsep gelombang, gelombang mikro juga dapat  dimanfaatkan sebagai RADAR (DETECTION AND RANGING). RADAR dapat digunakan untuk mengukur jarak pesawat dari bandara atau juga mengukur kedalaman laut. Jika jaman dahulu kala, laut diukur dengan batu yang diikat tali, tetapi sekarang cukup dengan gelombang mikro kita dapat mengukur kedalam laut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar